Dalam kitab Al Busyro, yang ditulis Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliky al Hasani disebutkan, istri Rasulullah Khadijah wafat pada hari ke-11 bulan Ramadlan tahun ke-10 kenabian, tiga tahun sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Khadijah wafat dalam usia 65 tahun, saat usia Rasulullah sekitar 50 tahun.
Diriwayatkan, ketika Khadijah sakit menjelang ajal, Khadijah berkata kepada Rasululllah SAW, “Aku memohon maaf kepadamu, Ya Rasulullah, kalau aku sebagai istrimu belum berbakti kepadamu.”
Rasulullah menjawab, “Jauh dari itu ya Khadijah. Engkau telah mendukung da’wah Islam sepenuhnya”.
Kemudian Khadijah memanggil Fatimah Azzahra dan berbisik, “Fatimah putriku, aku yakin ajalku segera tiba, yang kutakutkan adalah siksa kubur. Tolong mintakan kepada ayahmu, aku malu dan takut memintanya sendiri, agar beliau memberikan sorbannya yang biasa untuk menerima wahyu agar dijadikan kain kafanku”
Mendengar itu Rasulullah berkata, “Wahai Khadijah, Allah menitipkan salam kepadamu, dan telah dipersiapkan tempatmu di surga.”
Saat itu Malaikat Jibril turun dari langit membawa lima kain kafan. Rasulullah bertanya, “Untuk siapa sajakah kain kafan itu, ya Jibril?”
“Kafan ini untuk Khadijah, engkau ya Rasulullah, Fatimah, Ali dan Hasan.”, jawab Jibril.
Jibril berhenti dan menangis. Rasulullah bertanya, “Kenapa, ya Jibril?”
“Cucumu yang satu, Husain tidak memiliki kafan, dia akan dibantai dan tergeletak tanpa kafan dan tak dimandikan.”
Rasulullah berkata di dekat jasad Khadijah, “Khadijah istrku sayang, demi Allah, aku takkan pernah mendapatkan istri sepertimu. Pengabdianmu kepada Islam dan diriku sungguh luar biasa. Allah Maha Mengetahui semua amalanmu. Semua hartamu kamu hibahkan untuk Islam. Kaun muslimin ikut menikmatinya. Semua pakaian kaum muslimin dan pakaianku ini darimu. Permohonan terakhirmu kepadaku hanyalah selembar sorban?”
“Ya Allah, ya Ilahi rabbi, limpahkanlah rahmat-Mu kepada Khadijahku, yang selalu membantuku dalam menegakkan Islam. Mempercayaiku pada saat orang lain menentangku. Menyenangkanku pada saat orang lain menyusahkanku. Menentramkanku pada saat orang lain membuatku gelisah. Oh Khadijahku sayang, kau meninggalkanku sendirian dalam perjuanganku. Siapa lagi yang akan membantuku?”
Tiba-tiba Ali berkata, “Aku, Ya Rasulullah!”
Peristiwa wafatnya Khadijah itu sangat menusuk jiwa Rasulullah. Alangkah sedih dan pedih perasaan Rasulullah ditinggal dua orang sangat dicintai dan mendukung perjuangannya menegakkan Islam.
Ilaa hadlratin Nabiyyil musthafa, wa ilaa Khadijatal Kubra, al fatihah …..
Dalam kisah lain diceritakan:
Seluruh kekayan Khadijah diserahkan kepada suaminya, kepada Nabi s.a.w untuk perjuangan agama ini. Dua per tiga kekayaan Kota Mekkah milik Khadijah. Tetapi ketika Khadijah hendak menjelang wafat tidak ada kafan yang digunakan untuk menutupi jasad Khadijah bahkan pakaian yang digunakan Khadijah ketika itu adalah pakaian yang sudah sangat kumuh dengan 83 tambalan diantaranya dengan kulit kayu.
Dikisahkan, suatu hari Nabi s.a.w pulang dari pada dakwah islam, ketika pulang masuk ke dalam rumah, biasa Khadijah menyambut, berdiri di depan pintu, ketika Khadijah hendak berdiri menyambut Nabi s.a.w berkata, “wahai Khadijah tetaplah kamu ditempatmu”. Ketika itu Khadijah sedang menyusukan Fatimah yang ketika itu masi bayi.
Sahabat yang di muliakan Allah Ta’ala, karena begitu besar pengorbanan Nabi dan Khadijah untuk agama ini, untuk bagaimana hari ini kita mengenal Allah Ta’ala, untuk bagaimana hari ini kita mengenal Sholat.
Sahabat yang di muliakan Allah Ta’ala, seluruh kekayaan mereka telah habis sehingga ketika Fatimah menyusu bukan air susu yang keluar akan tetapi darah. Darahlah yang keluar yang masuk dalam mulut Fatimah RA. Maka Nabi s.a.w telah mengambil ini Fatimah dan diletakkan di tempat tidur. Gantilah Nabi s.a.w berbaring di pangkuan Khadijah yang lelah seusai berjumpa dengan manusia dalam berdakwah dengan menghadapi caci maki , fitnah manusia ketika itu. Nabi tertidur, ketika itulah Khadijah dengan belaian kasih sayang membelai kepala Nabi s.a.w.. tak terasa air mata Khadijah menetes di pipi Nabi s.a.w. Nabi pun terjaga..
“wahai Khadijah. Kenapa engkau menangis?”. “adakah engkau menyesal bersuamikan aku, Muhammad?”. “Dahulu engkau wanita bangsawan, engkau mulia, engkau hartawan..”. “..tetapi hari ini engkau telah dihina orang, semua orang telah menjauhi dirimu”. “seluruh kekayaanmu habis”. “Adakah engkau menyesal wahai Khadijah bersuamikan aku, Muhammad..?”.
Khadijahpun berkata “Wahai suamiku. Wahai Nabi Allah”. “Bukan itu yang kutangiskan”. “Dahulu aku memiliki kemuliaan..”. “.. kemuliaan itu aku serahkan untuk Allah dan RosulNya”. “Dahulu aku memiliki kebangsawanan..”. “.. kebangsawanan itu aku serahkan untuk Allah dan RasulNya”. “Dahulu aku memiliki harta kekayaan..”. “..seluruh kekayaan itupun telah aku serahkan untuk Allah dan RasulNya”. “wahai Rosululloh”. “sekarang aku tak punya apa-apa lagi”. “Tetapi engkau masih terus memperjuangkan agama ini”. “wahai Rosululloh.. sekiranya aku mati sedangkan perjuanganmu ini belum selesai”. “sekiranya engkau hendak menyebrangi sebuah lautan”. “engkau hendak menyebarangi sungai dan engkau tidak memperoleh rakit pun atau pun jembatan”. “.. maka engkau galilah lubang-lubang kuburku, kau galilah kuburku, engkau ambilah tulang belulangku”. “kau jadikanlah sebagai jembatan untuk engkau menyebrangi sungai itu untuk jumpa dengan manusia”. “Ingatkan mereka tentang kebesaran Allah”. “Ingatkan mereka kepada yang hak”. “ajak mereka kepada Islam, wahai Rosululloh”.
Sahabat yang dimuliakan allah Ta’ala. Seorang Nabi yang agung, seorang istri yang agung , suami istri berpelukan sambil menangis memikirkan agama ini.
Allahuakbar..
Karena itu, peristiwa wafatnya Siti Khadijah sangat menusuk jiwa Rasulullah. Alangkah sedih dan pedihnya perasaan Rasulullah ketika itu. Karena dua orang yang dicintainya (Khadijah dan Abu Thalib) telah wafat, maka tahun itu disebut sebagai Aamul Huzni (tahun kesedihan) dalam kehidupan Rasulullah. Al Fatihah untuk Sayyidatina Khadijah ……
Semoga kita semua ada di hati beliau di cintai beliau sehingga Rasulullah pun mencintai kita…
Aamiin Ya Robb…